Oleh: Ev. Imanuel Adhitya W. Ch., S.E., M.Pd.
Secara umum, dalam era globalisasi saat ini
lembaga pendidikan di Indonesia dituntut mampu mengatasi masalah-masalah
pendidikan yang berkaitan dengan pengembangan kualitas sumber daya manusia dan
sistem pengajaran serta sukses menghadapi tantangan jaman yang semakin
berkembang pesat. Adapun masalah-masalah dalam dunia pendidikan yang terjadi di
Indonesia saat ini secara makro menurut Prof. Azyumardi Azra adalah (Azra,
2002, hal. xv-xvi) :
Kesempatan mendapat pendidikan
masih terbatas (limited capacity),
kebijakan pendidikan nasional yang sangat sentralistik dan menekankan
uniformitas (keseragaman), pendanaan pendidikan yang belum memadai,
akuntabilitas yang berkaitan dengan pengembangan dan pemelilharaan sistem dan
kualitas pendidikan yang masih timpang, profesionalisme guru dan tenaga
kependidikan yang masih belum memadai, serta relevansi yang masih timpang
dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja.
Sedangkan tantangan jaman yang harus dihadapi
adalah bagaimana untuk mampu berkompetisi secara sehat dan menyesuaikan diri
terhadap perubahan yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat,
terutama bidang teknologi komunikasi dan sistem informasi. Perubahan tersebut
berdampak nyata terhadap sistem pengajaran pada pelbagai lembaga pendidikan
formal di Indonesia. Hal ini ditandai dengan pemanfaatan fasilitas internet dan
berbagai media audio-visual dalam proses belajar-mengajar di kelas secara
formal. Fasilitas-fasilitas tersebut menjanjikan suatu kemudahan dan kenyamanan
bagi para praktisi pendidikan (guru dan siswa) dalam mencari referensi materi
pembelajaran serta melakukan update
informasi mengenai gejala-gejala alam yang terjadi, perkembangan ilmu
pengetahuan dan riset-riset dalam bidang pendidikan secara global.
Tanggung jawab
sosial di bidang pendidikan dalam konteks di atas bukan hanya menjadi tanggung
jawab pemerintah dan lembaga pendidikan sekuler semata, namun juga merupakan
bagian tanggung jawab sosial dan moral bagi lembaga pendidikan Kristen di
Indonesia. Lembaga Pendidikan Kristen (LPK), dalam hal ini sekolah-sekolah Kristen yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia, memandang bahwa keseluruhan tujuan dari
pendidikan Kristiani adalah untuk membantu dan membimbing para siswa menjadi
murid Kristus yang bertanggung jawab dan hidup dalam kebenaran (Brummelen,
2006, hal. 19).
Prinsip kebenaran Allah nyata dalam karya
ciptaan-Nya, termasuk para siswa sebagai manusia yang berharga dan mulia di
mata-Nya (Kejadian 1:28, Yesaya 43:4). Manusia dapat mengenal kebenaran tersebut melalui
firman Allah (2 Timotius 3:16, Yohanes 1:1), karya keselamatan Allah melalui
Yesus Kristus (Yohanes 3:16, Filipi 2:8-11), kelahiran baru (II Korintus 5:17,
Kolose 3:10), serta hidup dipenuhi dan dipimpin oleh Roh Kudus sebagai Roh
Kebenaran (Galatia 5:25, Yohanes 14:16-17). Kebenaran-kebenaran tersebut akan
berjalan seiring dengan kedewasaan rohani dan pertumbuhan iman Kristen dalam
diri orang percaya, khususnya berkaitan dengan pengembangan pribadi dan
kualitas pengajaran para guru-guru Kristen dalam mentransfer pengetahuan (knowledge transfer), membangun karakter
(character building), dan membimbing
para siswa untuk senantiasa hidup sebagai anak-anak terang (Efesus 5:8c), serta
secara terus-menerus bertumbuh secara rohani menjadi serupa seperti Kristus (live as a light children and growth to be
Christ like). Menjadikan mereka sebagai generasi masa depan yang takut akan Tuhan dan
hidup dalam kebenaran yang sejati sehingga dapat menjadi berkat bagi orang lain
dimana mereka menjalankan seluruh aktifitas kehidupan sehari-hari (Filipi
2:15).
Menyimak konsep pembelajaran di atas mengenai tanggung jawab sosial dan
moral untuk membangun sebuah wacana pengembangan pribadi sumber daya manusia
bagi guru-guru Kristen dan peningkatan kualitas pengajaran di sekolah-sekolah
Kristen, maka penting sekali bagi seorang guru untuk memahami pribadi dan karya
Roh Kudus dalam komunitas mereka sehari-hari. Dengan demikian guru-guru Kristen
tersebut dapat mengajarkan konsep-konsep kebenaran yang sejati berlandaskan
firman Allah (words of God’s) kepada
para siswanya dengan hikmat dan pimpinan Roh Kudus.
Tugas utama seorang guru dalam konteks
pendidikan Kristen adalah membantu para
siswa untuk belajar mengenal Allah di dalam Yesus Kristus dan melalui
firman-Nya tersebut, mereka boleh bertumbuh dan menjadi serupa dengan Kristus
dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan memanggil guru Kristen untuk menuntun
siswa-siswanya dalam pengetahuan dan kepekaan yang kemudian memimpin mereka
untuk melayani Tuhan dan sesama (Brummelen, 2004, hal. 44). Ini berarti seorang
guru Kristen tidak hanya membantu murid mengetahui berbagai pengetahuan (knowledge) dan ketrampilan hidup (creative living) semata, namun juga bertanggung jawab secara moral
untuk mengenalkan kebenaran Allah dalam diri siswa. Kebenaran Allah inilah yang
mendasari proses pendidikan dan pembelajaran di dalam maupun di luar kelas.
Seorang guru Kristen yang baik adalah lebih dari sekedar menyampaikan informasi
kepada siswanya, namun terus mendorong agar mereka secara dinamis bertumbuh
dalam komunitas kebenaran (Palmer, 1998, p. 115). Sehingga para siswa dapat
mengaplikasikan konsep kebenaran tersebut untuk melayani Tuhan dan mengasihi
orang lain dalam kehidupan nyata.
Untuk
mewujudkan tujuan pengajaran dalam konteks pendidikan Kristen di atas,
dibutuhkan guru-guru
Kristen yang sungguh-sungguh mengenal Allah secara pribadi
dalam rupa Kristus yang telah bangkit dari antara orang mati (Filipi 3:10-11),
lahir baru (II Korintus 5:17, Kolose 3:5-10), memiliki prinsip bahwa segala
kebenaran adalah kebenaran Allah (all
truth is God’s truth), memiliki panggilan sebagai seorang guru dan
menyadari bahwa panggilan tersebut merupakan karunia Roh Kudus (Efesus 4:11-12,
I Korintus 12:28c, Roma 12:7b) dan senantiasa merendahkan diri serta berdoa
meminta Roh Kudus memerintah hidup mereka dalam membuat keputusan sehari-hari
pada saat mengajar (Brummelen, 2004, hal. 53). Sebagai pribadi yang terus
diperbaharui oleh Roh Kudus, guru Kristen hendaknya mengasihi, senantiasa
mendoakan, dan membawa para siswanya untuk berjumpa secara pribadi dengan Allah
dalam hidup mereka sehari-hari. Karena menjalankan peran sebagai guru Kristen,
maka kita harus memiliki semangat untuk terus mendoakan, bekerja, berkorban
untuk para siswa dan mengusahakan pengajaran Kristen yang terbaik bagi mereka
(Berkhof, 2004, hal. 59).
Dalam era globalisasi ini, di samping
pengembangan pribadi secara rohani yang harus dimiliki sesuai dengan kriteria
di atas, guru-guru Kristen pun dituntut memiliki etos kerja yang senantiasa
dipimpin oleh Roh Kudus, sehingga mengijinkan dirinya digunakan Allah sebagai
saluran kuasa, hikmat dan kasih agar mampu membedakan kebenaran dengan
pengajaran-pengajaran palsu yang bersifat sekuler di jaman post modern ini. Guru-guru Kristen hendaknya menyadari bahwa
dirinya adalah anggota dari tubuh Kristus di seluruh dunia, sehingga mereka
senantiasa belajar dari orang lain dan bekerjasama dengan mereka dalam rangka
pengembangan karakter pribadi dan peningkatan kualitas pengajarannya.
Guru-guru Kristen tidak hanya
mengajarkan seluruh disiplin ilmu
pengetahuan yang ada di dunia, namun hendaknya mengajarkan segala sesuatu yang
bersumber dari kebenaran firman Allah yang telah diintegrasikan dengan
keseluruhan ilmu pengetahuan tersebut. Pengajaran dasar yang penting ditekankan
kepada siswa adalah doktrin yang benar tentang penciptaan, asal dan tujuan
hidup manusia, keberdosaan manusia, tindakan Allah menyelamatkan manusia
melalui kematian dan kebangkitan Yesus Kristus, serta panggilan untuk hidup
beriman di dalam Yesus Kristus, sehingga mereka dapat bertumbuh dan menjadi
murid Kristus yang sejati.
Pengajaran
yang melandaskan pada konsep humanisme sekuler dan materialisme harus dipangkas
oleh para guru Kristen, karena hal ini
bertentangan dan tidak sesuai dengan kebenaran firman Allah. Guru-guru Kristen
hendaknya teliti dan meresponi secara bijak ketika mempelajari seluruh disiplin
ilmu pengetahuan yang “dikemas” dengan filsafat dunia dan bertentangan dengan
firman Allah. Oleh sebab itu penting sekali peranan Roh Kudus sebagai Roh
Hikmat untuk membantu guru-guru Kristen membedakan antara kebenaran sejati dan
kebenaran yang hanya bersifat humanisme belaka (Kolose 2:8-10). Dengan demikian, pengajaran yang disampaikan oleh
guru-guru Kristen tersebut tidak akan membawa para siswanya ke dalam hal-hal
yang bersifat negatif pasca pengajaran, tetapi memberikan pengaruh positif
terhadap perkembangan spiritual, karakter, intelegensi dan perilaku mereka,
agar mampu berkompetisi secara sehat dalam menghadapi tantangan jaman di era
globalisasi.
DAFTAR REFERENSI
Azra, Azyumardi. (2002). Paradigma baru pendidikan nasional: Rekonstruksi dan demokratisasi.
Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Brummelen, H. (2006). Berjalan dengan Tuhan di dalam
kelas [Walking with God in
the classroom-Christian approaches to learning and teaching]. Tangerang:
Universitas Pelita Harapan Press. (Original work published 1992)
Berkhof, Louis. (2004). Dasar pendidikan Kristen [Foundations of Christian Education).
Suarabaya: Penerbit Momentum. (Original work published 1990)
Palmer, Edwin, H. (2005). The Holy Spirit His persons and ministry. New Jersey: P&R
Publishing Company.
Palmer, Parker, J. (1998). The courage to teach. United States of America: Jossey-Bass.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar